Pada malam 1 suro,
malam tahun baru kalender Jawa, di bumi Yogyakarta dan Surakarta
terdapat beberapa kemiripan tradisi. Tradisi tersebut adalah Jamasan
Pusaka dilanjutkan kirab pusaka, dan juga Tapa Bisu. Tradisi tersebut
biasanya dilakukan pada malam hari.
Mungkin
sekarang sedikit masyarakat yang mengetahui makna dibalik dari tradisi
tersebut kecuali hanya sebagai ritual malam 1 suro. Sebetulnya jika kita
telaah lebih dalam, dalam 2 ritual atau kegiatan tersebut terdapat
makna yang cukup mendalam terlebih untuk menyambut datangnya tahun baru.
Dalam hal ini tahun baru yang di sambut merupakan tahun baru Jawa.
Nah, disini saya mencoba untuk berbicara sedikit mengenai makna-makna dari ritual tersebut sejauh yang saya pahami.
1. Jamasan Pusaka
Jamasan
Pusaka merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk membersihkan
pusaka-pusaka yang dimiliki seseorang. Sebetulnya dalam jamasan itu,
bukan hanya pusaka yang nampak yang harus dibersihkan, namun juga pusaka
yang tidak nampak. Pusaka yang nampak dapat berupa Keris, Tombak,
Panah, Pedang, Pistol, atau apapun. Sedangkan pusaka yang tidak nampak
itu adalah hati.
kenapa perlu di bersikan?
Pusaka-pusaka
tersebut perlu di bersihkan agar selalu siap digunakan setiap saat.
Jika jarang di bersihkan, pusaka tersebut akan menjadi berkarat dan
ketika di butuhkan unuk sesuatu, ia sudah tidak layak di gunakan.
Begitu
pula dengan hati, ia harus kita bersihkan dari segala dendam dan
kotoran yang ada, karena hati selalu kita gunakan setiap saat. Apabila
jarang kita bersihkan, maka kita juga yang rugi, kepekaan kita terhadap
lingkungan tertutup karena kotoran-kotoran duniawi. Oleh karena itu,
pada setiap malam tahun baru suro diadakan intropeksi diri dalam bentuk
tapa bisu.
2. Tapa Bisu
Merupakan
rangkaian dalam ritual yang dimana setiap peserta tidak boleh berbicara
hingga acara selesai. Biasanya acara tersebut mengkirab pusaka keraton
keliling keraton. Pada prosesi tapa bisu ini, peserta juga diharapkan
untuk tidak mengenakan alas kaki. Sebetulnya jika saya pahami lebih
dalam, tujuan dari tapa bisu ini merupakan suatu acara berintropeksi
diri terhadap berbagai tindakan dan pikiran yang telah tercipta selama
satu tahun tersebut.
mengapa tanpa alas kaki?
Tidak
memakai alas kaki karena diharapkan saat berintropeksi tersebut kita
dapat menyatu dengan alam, dan juga membuang setiap enegi negatif yang
ada di dalam diri tersbut ke bumi untuk di netralkan. Dengan kaki
telanjang pula kita juga dapat merasakan bahwa sesungguhnya kehidupan
itu tidaklah mulus walau berbagai upaya telah di lakukan. Sama seperti
jalan yang dilalui tidak ada semulus yang kita kira walau telas di aspal
dengan baik.
Oleh
karena itulah, melalui jamasan pusaka dan tapa bisu keraton
berpengharapan agar dalam memulai tahun yang baru kita juga dapat mulai
dari bersih dan dengan semangat yang baru pula untuk menjadi semakin
baik dengan memperbaiki apa yang belom baik pada tahun sebelumnya. Serta
untuk menyiapkan kita akan berbagai situasi yang datang tanpa rencana
baik oleh alam maupun oleh manusia sendiri.
Semoga
dengan ini kita semakin sadar bahwa tradisi itu baik untuk kita
teruskan. Karena setiap tradisi yang ada, pastilah ada makna kehidupan
di dalamnya.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Malam 1 Suro, Jamasan dan Tapa Bisu"
Post a Comment